
Pajak Kripto di Indonesia Lesu, Hanya Sentuh Rp127 M untuk Setoran Khusus! Kok Bisa?
- Fajria Anindya Utami
- January 26, 2024
- News, Crypto
- bitcoin, kripto, pajak, pajak kripto
- 0 Comments
Hingga akhir Mei 2023, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah berhasil menghimpun penerimaan pajak kripto sebesar Rp467,27 miliar. Sebagaimana diketahui, aturan tersebut telah diberlakukan pada 1 Mei 2022.
Tetapi ternyata, ada penurunan dalam setoran khusus di tahun 2023 hanya terkumpul Rp127,66 miliar. Ini menunjukkan terjadinya penurunan dibandingkan dengan pencapaian pada tahun 2022, di mana itu berarti ada volume transaksi yang berkurang.
Yang sangat disayangkan adalah dugaan adanya keberadaan exchanger ilegal. Di mana itu berarti, ada banyak orang yang berusaha menghindari pajak dengan melakukan transaksi illegal. Sehingga, menurut Pengamat Pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar, perlu adanya koordinasi antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menindak exchanger illegal.

Hal ini karena jelas sekali akan merugikan pendapatan negara. Selain itu, keamanan data dan aset mereka pun bisa saja terancam.
Untuk diketahui, PMK 68/2022 mengatur besaran pajak untuk setiap transaksi cryptocurrency. Pembeli atau penerima aset kripto dikenakan PPN dengan dua syarat. Jika transaksi dilakukan di bursa terdaftar Bappebti, pembayaran adalah 0,11% dari nilai transaksi.
Dalam regulasi penerimaan pajak kripto, Penarikan Pajak Pertambahan Nilai dan pajak penghasilan dilihat dari pergerakan aset kripto itu sendiri, baik itu dalam jual beli atau dalam konteks tukar-menukar.
Pajak Kripto di Indonesia

Dirjen Pajak mencatat ada 13 marketplace yang sudah diakui sebagai pihak transaksi jual beli aset kripto dan terdaftar di Bappebti. Tarif yang akan dikenakan ialah 1% dari tarif PPN dikali dari nilai transaksi aset kripto, apabila melakukannya pada platform jual beli kripto yang terdaftar di Bappebti. Transaksi di luar platform terdaftar Bappebti dikenakan tarif PPN 2% dikali dengan nilai transaksi.
Namun, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat saat ini masyarakat Indonesia masih belum cukup memiliki awareness (kesadaran) terhadap industri kripto.
Ini karena kripto sendiri masih tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah, dan hanya dianggap sebagai aset digital untuk investasi. Pemerintah juga terkesan belum serius dalam membantu perkembangan industri kripto. Terlebih, akses informasi masyarakat terhadap kripto masih setengah-setengah.
Leave A Comment